Article Detail

Kerendahan Hati untuk Melayani

“Meskipun dalam rupa Allah tetapi Ia tidak mempertahankan kesetaraan-Nya dengan Allah, mengosongkan Diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba, dan merendahkan Diri-Nya, menjadi taat sampai mati di kayu salib.” (Fil 2:6-8). Dalam Liturgi Gereja Katolik dikenal Trihari Suci, yakni Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci (Vigili Paskah)-Minggu Paskah. Selama tiga hari suci ini, Gereja merayakan misteri terbesar karya penebusan: sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus. Kamis Putih adalah hari pertama dari Tri Hari Suci Paskah. Pada hari tersebut kita merayakan kembali perjamuan Malam Terakhir yang dilakukan Yesus bersama 12 Rasul. Yesus menunjukkan kasih-Nya hingga rela kehilangan nyawa bagi umat manusia. Pada malam itu Yesus menyerahkan tubuh dan Darah-Nya pada Bapa di Surga dalam wujud roti dan anggur yang diberikan kepada para rasul. Saat juga Yesus membasuh kaki para Rasul dan meminta mereka untuk saling melayani. Ia melepas jubahNya, pakaian kehormatan sebagai simbol orang yang dikasihi dan dihormati. Ia hanya mengenakan kain yang dililitkan pada pinggang-Nya, layaknya hamba atau budak yang siap membasuh kaki tuannya.

Tindakan Yesus membasuh kaki merupakan tindakan simbolis yang menyimbolkan penyerahan diri, pembersihan, pengampunan, pembaharuan, kemuridan dan ibadah. Penyerahan diri yang dimaksudkan adalah penyerahan diri Yesus dalam kematian untuk membersihkan orang lain. Pembasuhan kaki yang Yesus lakukan juga menyimbolkan kerendahan hati dan keinginan untuk menjadi hamba yang mau melayani orang yang hina sekalipun. Yesus pada malam perjamuan terakir memberikan ajaran baru yakni manusia harus melanyani satu sama lain, karena setiap manusia adalah citra Allah, bermartabat sama.

Tindakan menanggalkan jubah dan mencuci serta mengeringkan kaki para murid mau mengatakan bahwa “jika seseorang tidak bisa menanggalkan keterikatan pada status dan jabatannya yang membuatnya menjadi sombong dan angkuh maka ia tidak mungkin dapat melayani dengan tuntas, dengan cinta yang sempurna.” Sikap merendahkan diri inilah makna pertama ajaran pembasuhan kaki. Ajaran keteladanan untuk merendahkan diri dalam melayani Tuhan dan sesama. Sikap ini tidak mudah dilakukan ketika manusia terbelenggu sikap egois, angkuh, sombong, merasa diri benar, merasa diri berkuasa dan mudah meremehkan yang lain. Dengan kata lain, selama kesombongan dan keangkuhan akan pangkat dan kedudukan masih melekat erat dalam hati dan pikiran kita, maka pelayanan yang kita lakukan hanyalah sebuah tindakan penonjolan diri yang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan penghormatan dan penghargaan yang lebih dari orang lain, dan bukannya sebuah tindakan cinta yang dilandasi oleh pengorbanan diri. Karena itu, yang seharusnya kita tanggalkan adalah keterikatan terhadap semua yang kita miliki dan mulailah melayani orang lain di sekitar kita. Hanya mereka yang memiliki sifat rendah hatilah yang mampu melayani dengan cinta yang besar.

Kita bukanlah seorang hamba, tapi ketika melayani sebagai seorang hamba maka kita telah membuat semua mata memandang kagum dan hati merenungi tentang siapakah kita bagi mereka. Itulah makna kehadiran sebagai berkat bagi orang lain. Itulah roti yang terpecah-pecah dan memberi berkat bagi orang lain. Kita diingatkan akan pesan Yesus “Aku telah memberikan kepadamu sebuah contoh untuk berbuat, untuk melayani, Aku telah melakukannya untukmu, maka perbuatlah juga seorang kepada yang lain.” Mari kita membersihkan hati, jiwa dan akal budi dari aneka macam kekotoran, yang membuat hati, jiwa dan akal budi kita tidak jernih. Dengan demikian kita akan tergerak atau termotivasi untuk hidup dan bertindak saling melayani dengan rendah hati. Semoga***tw

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment