Article Detail

HGS dan MULO, Kini Jadi Cagar Budaya

Lahat (16/3), SD Santo Yosef Lahat sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Lahat Nomor 74/KEP/BUDPAR/2015 ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kabupaten Lahat. Cagar budaya sesuai UU Nomor 11 tahun 2010 merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.

Jika dirunut dari sejarahnya memang SD Santo Yosef ada bersama masyarakat Lahat sejak tahun 1933. Bangunan berarsitektur Belanda dengan ciri khas  dinding bawah batu kali pecah, berdinding bata tebal, tiang kayu penyangga, lobang sirkulasi kecil di bagian bawah, lengkungan pada jendela dan selasar, pintu dan jendela nafas, seribu jendela, dan konstruksi  rel kereta masih terlihat dan belum mengalami perubahan secara total. Bagian yang sudah tidak ada lagi, yaitu bangku gandeng dengan lubang tinta di samping kiri dan kanan depan. Bangku diganti walaupun masih kokoh dengan meja standar karena terlalu berat untuk digeser siswa.

Awalnya bangunan Belanda ini dipakai untuk kegiatan belajar dengan nama  HGS. HGS  didirikan oleh pastor Hogeboom  SCJ.  Didirikan HGS  bermula adanya desakan masyarakat setempat kepada Pastor dan para Suster. Menanggapi hal tersebut, Ordo SCJ  meminta agar suster-suster Order de Bogen (suster CB) menangani karya ini, dan akhirnya para suster menyanggupi untuk berkarya di Lahat. Pada tanggal 21 Mei  1936 bertolaklah lima suster CB dari Maastricht negeri Belanda. Dua diantaranya akan berkarya di Sumatera Selatan. Empat orang suster bertolak dari Tanjung Priok menuju Tanjung Karang terus langsung naik kereta api menuju Lahat. Tanggal 3 Juli 1936, para Suster disambut hangat oleh Bapak Uskup, para Imam, para Pejabat dan serombongan anak –anak kecil, yang akan menjadi murid-murid para suster yang terdiri dari anak-anak Tionghoa, penduduk setempat, dan beberapa anak-anak Belanda.

Dalam perjalanan selanjutnya, Muder Laurensia CB mengajukan gagasan membuka sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Lahat. MULO dimaksudkan untuk menampung para lulusan HGS dari Bengkulu dan Lahat. MULO dibuka dan diresmikan pada tangga 1 Agustus 1938. Dalam masa pendudukan Jepang sekolah ini terpaksa ditutup karena Suster-suster harus masuk kamp tahanan. Pada tahun 1948, Pimpinan Umum Tarekat, Muder Emmanuel, datang ke Indonesia dan bersama Muder Laurentia merencanakan pembukaan kembali sekolah milik Tarekat. Dalam satu tahun kompleks Santo Yosef telah selesai dibangun kembali. Karya pendidikan yang semula berbentuk HGS dan MULO dibuka kembali  menjadi SD dan SMP.

Di usia  menjelang 80 tahun (2016), tentu saja sudah banyak menyumbangkan perubahan yang luar biasa bagi Kabupaten Lahat lewat alumni yang sangat berperan dalam perkembangan Lahat. Jika dihitung rata-rata lulusan SD, SMP, dan SMA Santo Yosef  tiap tahun 385 siswa, maka  sampai saat ini sudah ada 30.800 alumni yang sukses di berbagai bidang.

Cagar budaya yang berupa benda, bangunan, infrastruktur, situs  perlu dikelola pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Artinya Negara bertanggungjawab dalam pengaturan, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Inilah yang masih perlu dicermati lebih lanjut oleh Yayasan Tarakanita Wilayah Lahat bagaimana teknis dan aturan selanjutnya. Mengingat SD Santo Yosef sebagai lembaga pendidikan yang juga perlu berbenah diri agar menarik demi keberlangsungan sekolah.***

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment