Article Detail

Semangat Suster CB Cerdaskan Pribumi

Jauh puluhan tahun yang lalu kota Lahat hanyalah sebuah wilayah jajahan Belanda yang masih berupa hutan dan belukar. Sekitar tahun 1830 pada masa kesultanan Palembang di Kabupaten Lahat telah ada marga, marga-marga ini terbentuk dari sumbai-sumbai dan suku-suku yang ada pada waktu itu seperti Lematang, Besemah, Lintang, Gumai, Tebing Tinggi, dan Kikim. Marga merupakan pemerintahan bagi sumbai-sumbai dan suku-suku. Marga inilah merupakan cikal bakal adanya pemerintah di Kabupaten Lahat.

Pada masa  Inggris berkuasa di Indonesia, Marga tetap ada dan pada masa penjajahan Belanda sesuai dengan kepentingan Belanda di Indonesia pada waktu itu pemerintahan di Kabupaten Lahat dibagi dalam afdeling (Keresidenan) dan onder afdelling (kewedanan). Dari 7 afdelling yang terdapat di Sumatera Selatan,  Kabupaten Lahat dibagi 2 (dua) afdelling yaitu afdelling Tebing Tinggi dengan 5 (lima) daerah onder afdelling dan afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir, Kikim serta Besemah dengan 4 onder afdelling. Dengan kata lain pada waktu itu di Kabupaten Lahat terdapat 2 keresidenan. Pada tanggal 20 Mei 1869 afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir, serta Besemah beribu kota di Lahat dipimpin oleh PP Ducloux dan posisi marga pada saat itu sebagai bagian dari afdelling.

Pada masa penjajahan Belanda, kota ini merupakan pusat perbengkelan PT Kereta Api Indonesia yang dulu disebut Perusahaan Jawatan Kereta Api. Orang-orang yang bekerja di PJKA merupakan  “bedhol deso” dari tanah Purworejo, karenanya suasana jawa lebih hidup pada waktu itu.

Sejak bulan September 1933, seorang Misionaris asli Belanda pastor Hogeboom SCJ menetap di Lahat, dan membuka HGS. Ordo SCJ sudah berulang meminta agar suster-suster Ordes de Bogen menyanggupi bantuannya untuk berkarya di Lahat. Maka pada tanggal 21 Mei  1936 bertolaklah lima suster CB dari Maastricht negeri Belanda. Dua diantaranya akan berkarya di Sumatera Selatan. Empat orang suster bertolak dari Tanjung Priok menuju Tanjung Karang terus langsung naik kereta api menuju Lahat.

Tanggal 3 Juli 1936, mereka tiba di Lahat. Pada bulan Juli itu juga para suster misionaris telah mulai berkarya menangani sebuah HGS yang ada. Untuk sementara waktu, rumah sekolah masih merupakan rumah sewaan, karena belum mempunyai gedung sendiri.  HGS dirasa belum cukup untuk mencerdaskan anak-anak pribumi, maka Muder Laurensia mengajukan gagasan membuka sekolah MULO (setingkat SMP) di Lahat. MULO dimaksudkan untuk menampung para lulusan HGS dari Bengkulu dan Lahat. MULO dibuka dan diresmikan pada tangga 1 Agustus 1938. Pada waktu MULO ini dibuka sudah ada 40 orang murid. Mereka datang dari daerah sekitar Lahat dan Bengkulu. Perintis sekolah MULO adalah Sr.Laurentia de Sain, Sr. Chatarina Liedmeier dan Sr. Olga Polis. Sekolah ini berjalan dengan baik sampai pecah Perang Pasifik.

Dalam masa pendudukan Jepang sekolah ini terpaksa ditutup karena Suster-suster harus masuk kamp tahanan. Pada tahun 1948, Pimpinan Umum Tarekat, Muder Emmanuel, datang ke Indonesia dan beliau meninjau Sumatera bersama Muder Laurentia untuk merencanakan pembukaan kembali sekolah milik Tarekat di Sumatera Selatan. Dalam satu tahun kompleks Santo Yosef telah selesai dibangun kembali. Karya pendidikan yang semula berbentuk HGS dibuka kembali dan menjadi SD dan SMP.

Makin hari, dirasa kebutuhan jenjang yang lebih tinggi yaitu jenjang SMA, untuk menampung siswa SMP semakin mendesak, karena siswa-siswi yang lulus dari SMP Santo Yosef belum bisa tertampung.  Mereka akhirnya harus melanjutkan ke luar Lahat, baik di Palembang maupun di pulau Jawa.    Melihat kenyataan ini, para Suster mencoba untuk meminta izin dari dinas setempat untuk mendiirikan sebuah SMA, tetapi izin belum akan diberikan jika SMA Negeri belum ada.  Sr. Marie Tarsis, CB akhirnya memberanikan diri untuk mendirikan SMA Negeri 1 sekaligus sebagai kepala sekolah pertama. Beberapa tahun kemudian tepatnya 19 Januari 1967  berdirilah SMA Santo Yosef.

Pada tanggal tgl 26 Desember 1982 seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah menyangkut penyelenggaraan pendidikan, dibentuklah Yayasan Carolus Borromeus yang mewadahi seluruh lembaga pendidikan yang bernaung dalam pelindung Santo Yosef yaitu TK-SD-SMP, dan SMA Santo Yosef. Pada tahun 2003 bersamaan dengan perubahan kebijakan tentang yayasan, maka yayasan Carolus Borromeus dimerger dengan yayasan Tarakanita yang nota bene keduanya dikelola oleh para suster Cinta Kasih Borromeus (CB). Maka resmilah  Santo Yosef Lahat berada dalam naungan Yayasan Tarakanita yang berpusat di Jakarta.

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment