Article Detail

Siswa Sebagai Penerus Perjuangan Para Suster

“Napak tilas,” pasti orang akan berpikiran melakukan perjalanan panjang menelusuri jejak petilasan atau perjalanan orang penting dalam sebuah perjuangan. Mungkin juga benar begitu, tetapi untuk siswa SMP Santo Yosef Lahat napak tilas dilakukan dengan menggunakan audio visual “Video Setia Misi Membangun Negeri” dan sebagian melakukan perjalanan pendek di kompleks Susteran Cinta Kasih Carolus Borromeus (CB) Lahat. Begitulah cara membawa siswa pada permenungan bahwa begitu besar daya juang 10 suster menuju tanah baru mereka (Batavia) Indonesia dan berjuang untuk rakyat pribumi yang tertindas selama penjajahan yang dikemas dalam Rekoleksi Peserta Didik SMP Santo Yosef. Rekoleksi dilaksanakan dalam rangka kegiatan Jubilee 100 tahun kehadiran CB di Indonesia, Jumat (16/3) di aula SMP dan kompleks susteran dimulai pukul 07.30 sampai pukul 15.00 WIB yang dipandu oleh tim rekoleksi peserta didik SMP Santo Yosef. Divisi Pendidikan dalam sambutan pembuka menekankan bahwa rekoleksi ini sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan “Jubilee 100 Tahun Kehadiran Suster CB di Indonesia” dan diharapkan peserta dipandu tim pendamping merefleksi pengalaman masa lampau yang kurang baik untuk dilakukan perbaikan diri sebagai pertobatan.

                                                                                    Napak Tilas Kompleks Susteran CB

Dipandu tim secara berkelompok siswa berkeliling mengenal bangunan susteran CB, situasi dalam kompleks mulai dari pintu masuk utama, kapel, ruang tamu, ruang makan, ruang santai bentuk bulat sebagai ciri khas bangunan Belanda, ruang lama untuk istirahat para suster , ruang makan,  sampai pada dapur, dan juga Balai Pengobatan Santo Yosef atau terkenal dengan nama MILO. Sr. Avila CB, Sr Margareti CB, Sr. Reinha CB,  dan Yulianus Wakijan menjelaskan secara detail tentang rumah suster ini sampai bagimana proses menjadi seorang suster kepada para peserta rekoleksi. Luar biasa, siswa SMP ini kagum dan tidak menyangka bahwa menjadi seorang suster melalui proses yang begitu panjang. Bangunan susteran yang strukturnya sangat kuat ini  mulai dibangun tahun 1932 dengan arsitektur khas Belanda masih terlihat mulai dari pintu masuk utama bentuk lengkung tapal kuda. Bangunan lain sebagai tempat tinggal para suster pertama masih berdiri kokoh di tepian sungai Lematang, namun bangunan ini sudah dimiliki oleh orang lain. 98 % siswa baru satu kali ini masuk rumah suster dengan pintu kayu yang tinggi,  jendela lebar, pintu kipas, lantai khas tegel mengkilap, dan auranya sangat berbeda. Siswa non-Katolik kelihatan malu-malu dan kagum. Selesai napak tilas peserta dibawa pada permenungan melalui dinamika kelompok yang masing-masing kelompok mempresentasikan hasil permenungan dalam bentuk simbul dan aksi yang akan dilakukan bersama.

                                                                        Ciri Khas Bangunan Belanda

Dirunut dari sejarahnya, bentuk melengkung awalnya bentuk lengkung tapal kuda yang terlihat dalam bentuk bangunan biara St Miguel de Escalada, dekat Leon, yang dibangun oleh para biarawan ketika mereka tiba dari Cordoba pada tahun 913. Menurut laman Muslimheritage, lengkung tapal kuda juga diilustrasikan oleh Mozarabs dalam manuskrip mereka. Salah satu manuskrip Mozarabs yang menuliskan lengkung tapal kuda adalah manuskrip karya Beatus dari Lebana. Sejumlah catatan sejarah juga menunjukkan bahwa pembuat gambar dalam manuskrip karya Beatus bernama Magins yang bekerja di biara St Miguel de Esacalda.

Gereja St Cebrian de Mazote yang juga didirikan oleh Mozarabs Cordoba pada 921 juga dibangun serupa dengan struktur dan unsur-unsur dekoratif yang terdapat di biara St Miguel de Escalada, lengkap dengan lengkung tapal kudanya. Bangunan susteran CB Lahat ini struktur bentuk tapal kuda. Selanjutnya muncul bentuk lengkung melintang seperti bagian bangunan unit SD, SMP, dan SMA Santo Yosef. Pengembangan lengkung ini dilakukan pada abad ke-8. Lengkung ini digunakan pertama kalinya pada bangunan Istana Ukhaidir yang terletak di Irak yang berdiri antara 720 hingga 800. Rupanya, penggunaan lengkung melintang di Istana Ukhaidir tersebut mendorong penggunaan lengkung melintang pada bangunan-bangunan di wilayah lain. Desain lengkung mempunyai karakteristik elastisitas yang memungkinkan bangunan mencapai keseimbangan. Sebuah struktur lengkung mempunyai kemampuan luar biasa dalam mendistribusikan beban. Bentuk lengkung bisa mengurangi jumlah material yang harus digunakan. Bahkan saking efektifnya, di masa kini prinsipnya masih dipakai membangun jembatan dan jalan tol.

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment